Budidaya Kerang Hijau di Demak: Aman, Legal, Berkualitas, dan Komunikatif
Budidaya Kerang Hijau di Demak: Aman, Legal, Berkualitas, dan Komunikatif
Demak, 4 Juli 2025 — Para petambak di pesisir Demak memiliki potensi ekonomi besar dari laut dan tambak, terutama melalui budidaya kerang hijau (Perna viridis). Namun, banyak dari mereka belum mengoptimalkan potensi ini karena menghadapi kendala legalitas, pengelolaan pascapanen yang belum maksimal, akses pasar yang terbatas, serta minimnya edukasi hukum dan kemampuan komunikasi dengan calon mitra usaha. Untuk menjawab tantangan tersebut, sekelompok mahasiswa lintas disiplin dari Universitas Diponegoro menyelenggarakan penyuluhan bertajuk “Budidaya Kerang Hijau yang Aman, Legal, Berkualitas, dan Komunikatif” kepada para petambak di Dusun Gojoyo, Desa Wedung, Kabupaten Demak.
Perizinan: Menjadikan Usaha Budidaya Sah dan Terlindungi
Bening Fauziyyah, mahasiswa Fakultas Hukum Undip, menyampaikan materi pertama dengan mengupas pentingnya legalitas usaha budidaya. Dalam kegiatan budidaya, pelaku usaha perlu memahami bahwa budidaya yang memiliki izin dan legalitas dapat melindungi mereka dari konflik hukum terkait wilayah dan izin budidaya. Sebagai contoh, ketika pelaku budidaya mengurus Nomor Izin Berusaha (NIB), mereka dapat membuat Surat Izin Lokasi Budidaya yang memberikan perlindungan hukum agar lokasi budidaya yang mereka pilih tidak melanggar RZWP3K atau RTRW setempat.
Selain itu, pelaku usaha juga perlu memiliki Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), yaitu surat izin tertulis yang wajib dimiliki setiap perusahaan perikanan untuk menjalankan kegiatan usaha perikanan. SIUP ini menjamin legalitas usaha yang dijalankan dan memastikan bahwa perusahaan telah memenuhi persyaratan yang pemerintah tetapkan, khususnya oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Perlindungan Hukum Lingkungan: Menjaga Laut, Menjaga Usaha
Alfisya Naswa Dian Prastiwi, mahasiswa dari Fakultas Hukum, melanjutkan penyuluhan dengan membahas aspek perlindungan hukum lingkungan dalam kegiatan budidaya.
Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki potensi besar dalam pemanfaatan sumber daya pesisir, salah satunya melalui budidaya kerang hijau (Perna viridis). Kegiatan ini memang memberikan manfaat ekonomi yang nyata, tetapi jika pelaku tidak mengelolanya secara berkelanjutan, mereka dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.
Kerusakan yang muncul meliputi pencemaran air, kerusakan habitat laut, serta terganggunya ekosistem pesisir. Oleh karena itu, pelaku usaha perlu menerapkan perlindungan hukum agar kegiatan budidaya tetap bertanggung jawab dan selaras dengan daya dukung lingkungan.
Beberapa regulasi utama yang mengatur perlindungan hukum lingkungan antara lain:
-
UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lingkungan Hidup,
-
UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan,
-
PP No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan,
-
Serta Peraturan Daerah dan Perdes Wedung No. 05 Tahun 2020, yang secara tegas melarang praktik merusak di wilayah pesisir.
Pemerintah memberikan sanksi administratif dan pidana untuk mencegah pelanggaran yang dapat terjadi secara berulang. Pelaku budidaya juga perlu menerapkan prinsip-prinsip penting dalam usahanya, antara lain:
-
prinsip kehati-hatian (precautionary),
-
prinsip keberlanjutan, dan
-
prinsip tanggung jawab pencemar untuk memulihkan lingkungan (polluter pays).
Contoh praktik ramah lingkungan yang bisa pelaku lakukan meliputi pengelolaan limbah secara baik, penggunaan bahan yang aman, serta kepatuhan terhadap kapasitas budidaya dan zonasi wilayah yang telah ditentukan.
Meskipun pemerintah telah menyusun regulasi yang cukup kuat, pengawasan dan edukasi di lapangan masih lemah. Karena itu, pemerintah, masyarakat, akademisi, dan pelaku usaha perlu menjalin kolaborasi yang lebih kuat agar mereka dapat membangun sistem budidaya yang adil, lestari, dan berpihak pada masa depan.
SOP Pascapanen: Kerang Aman dan Siap Bersaing
Setelah membahas aspek legal dan lingkungan, Linda Citra Amelia, mahasiswa Akuakultur dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, melanjutkan penyuluhan ke ranah teknis dengan menjelaskan penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP). Kerang hijau (Perna viridis) merupakan salah satu komoditas unggulan dari sektor perikanan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Namun, agar produk ini tetap mampu bersaing di pasar modern, para pelaku budidaya perlu menerapkan SOP pascapanen secara tepat. Penerapan SOP pascapanen ini bertujuan untuk memastikan kualitas produk, menjaga keamanan pangan, serta mempermudah akses menuju pasar yang lebih luas. Linda menyampaikan materi mengenai penerapan SOP tersebut secara teknis dan langsung kepada para petambak di Gojoyo, termasuk menjelaskan langkah-langkah pascapanen yang baik.
Peraturan seperti PERMEN KP Nomor 22 Tahun 2024 mendorong para pembudidaya ikan dan kerang untuk mengikuti prinsip CBIB (Cara Budidaya Ikan yang Baik). Pemerintah menjadikan regulasi ini sebagai dasar penting agar para pembudidaya dapat memasarkan produknya ke pasar yang lebih luas, termasuk pasar ekspor. Para pembudidaya perlu menerapkan langkah-langkah SOP pascapanen dengan benar, dimulai dari pemanenan, pembersihan, sortasi dan grading yang sesuai standar, pengemasan, penyimpanan pada suhu rendah untuk menjaga kualitas, transportasi yang memadai, serta menjaga higiene dan sanitasi sepanjang seluruh rangkaian pascapanen. Jika mereka menjalankan langkah-langkah tersebut dengan baik, mereka akan menghasilkan produk yang aman, berkualitas, dan memiliki daya jual serta daya saing yang tinggi di pasar yang lebih luas.
Salmawati, mahasiswa Akuakultur dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, menjelaskan salah satu tahapan penting dalam SOP pascapanen, yaitu sortasi dan pembersihan mandiri. Para petambak perlu melakukan langkah ini untuk menentukan sejak awal apakah kerang layak untuk diproses lebih lanjut atau harus mereka singkirkan. Meskipun kerang hijau yang mereka budidayakan di wilayah ini memiliki potensi mutu yang baik, banyak petambak yang belum memahami pentingnya tahapan pascapanen, terutama proses pemilahan dan pembersihan, dalam menjaga kualitas serta keamanan pangan.
Biasanya, para petambak mencampur kerang yang sudah mereka panen tanpa melakukan penyortiran terlebih dahulu. Mereka sering menyimpan kerang dalam kondisi yang kurang higienis atau menjualnya tanpa membersihkannya secara optimal. Praktik ini dapat menurunkan daya simpan kerang, memengaruhi tampilan produk, dan bahkan menimbulkan risiko kesehatan jika masyarakat mengonsumsinya tanpa pengolahan lebih lanjut. Untuk mengatasi masalah ini, tim penyuluh menyampaikan materi tentang sortasi dan pembersihan mandiri secara teknis dan bertahap sebagai solusi praktis yang bisa langsung para pembudidaya terapkan. Mereka menyampaikan penyuluhan ini secara langsung kepada petambak di Gojoyo, mulai dari tahapan sortasi awal, pembersihan alami (self-purification), hingga penggosokan cangkang dan penyimpanan yang tepat. Melalui proses ini, para pembudidaya diharapkan dapat menghasilkan panen yang lebih bersih, tahan lama, dan siap bersaing di pasar.
Manajemen Usaha dan Risiko: Bertani Laut dengan Perhitungan
Dari aspek manajemen dan ekonomi, Indriani Naftaline dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis menjelaskan pentingnya pencatatan sederhana, penghitungan biaya dan hasil, serta manajemen risiko. Ia menekankan bahwa petambak perlu melakukan pencatatan keuangan secara sederhana namun konsisten agar mereka bisa mengawasi arus kas, menghitung keuntungan atau kerugian, dan merencanakan kegiatan budidaya berikutnya secara lebih cermat. Misalnya, ketika petambak mencatat biaya pembelian bibit, pakan, perawatan, hingga hasil panen, mereka dapat mengidentifikasi pos pengeluaran terbesar dan mencari cara untuk mengefisiensikan biaya tanpa menurunkan kualitas produksi.
Selain itu, para petambak juga perlu menerapkan pendekatan manajemen risiko sebagai kunci untuk mengantisipasi tantangan yang mungkin timbul, seperti perubahan cuaca ekstrem, serangan hama, atau fluktuasi harga jual. Dengan memahami potensi risiko dan menyiapkan langkah mitigasi, seperti mendiversifikasi usaha, menggunakan asuransi perikanan, atau menjadwalkan panen secara fleksibel, mereka dapat meningkatkan ketahanan usaha dan mengurangi potensi kerugian yang tidak terduga. Pendekatan ini mendorong pelaku usaha budidaya laut untuk tidak hanya mengandalkan intuisi, tetapi juga mempertimbangkan perhitungan rasional dalam pengambilan keputusan.
Komunikasi Efektif: Petambak sebagai Duta Informasi
Sebagai penutup sesi penyuluhan, Lukito Mughni Purwanto, mahasiswa Ilmu Komunikasi dari FISIP Universitas Diponegoro, menyampaikan materi tentang komunikasi efektif kepada para petambak kerang hijau. Ia mengangkat materi ini berdasarkan hasil pengamatannya terhadap kondisi di Dusun Gojoyo, yang sering menerima kunjungan dari berbagai pihak luar seperti peneliti, mahasiswa, akademisi, organisasi, hingga jurnalis yang datang untuk melakukan riset, menjalin kerja sama, menjalankan praktik lapangan, atau melakukan peliputan media.
Untuk itu, ia mengajak para petambak menguasai keterampilan komunikasi yang efektif, yakni komunikasi yang mudah dipahami, sesuai dengan audiens, dan mampu membuka peluang baru. Menurutnya, komunikasi yang baik bukanlah soal banyak bicara, tapi tentang bagaimana pesan diterima dan memberi dampak.
Kolaborasi Ilmu dan Aksi Nyata untuk Kemandirian Pesisir
Penyuluhan lintas disiplin yang dilakukan oleh mahasiswa KKN-T Tim 39 Universitas Diponegoro menunjukkan bahwa kolaborasi ilmu dari berbagai bidang dapat menjadi kunci dalam menjawab tantangan nyata di lapangan. Melalui pendekatan edukatif dan praktis, para petambak kerang hijau Gojoyo tidak hanya diberikan pemahaman hukum, lingkungan, teknis, dan ekonomi, tetapi juga dibekali kemampuan komunikasi yang membuka peluang kolaborasi lebih luas. Langkah ini menjadi cerminan bahwa pembangunan sektor perikanan yang inklusif dan berkelanjutan hanya dapat terwujud bila ilmu pengetahuan diimplementasikan secara langsung dan berpihak pada kebutuhan masyarakat. Dengan semangat sinergi, kegiatan ini diharapkan mampu menjadi pemicu lahirnya petambak-petambak yang mandiri, legal, dan berdaya saing tinggi di masa depan.