Masyarakat Gojoyo Semangat Kembangkan Budidaya Kerang Hijau Ramah Lingkungan
Dukuh Tambak Gojoyo, Desa Wedung, Demak, dikenal sebagai kawasan pesisir dengan potensi perairan yang melimpah. Melihat peluang tersebut, Kelompok 1 Tim KKN-T IDBU 39 Universitas Diponegoro melaksanakan sosialisasi budidaya kerang hijau pada tanggal 27 Juni 2025 sebagai bagian dari program KKN multidisiplin.
Rafael Aurelius Kristiano, mahasiswa Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, menyampaikan materi pertama tentang Pengetahuan sejarah maritim pada budidaya kerang hijau.Di Desa Gojoyo, pesisir utara Jawa, laut memiliki makna yang mendalam—bukan sekadar sumber penghidupan, tetapi juga bagian dari identitas dan ingatan kolektif. Budidaya kerang hijau yang dilakukan masyarakat di sana mencerminkan kesinambungan tradisi bahari yang telah diwariskan secara turun-temurun.Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki sejarah maritim yang panjang. Jauh sebelum pengaruh India, Tiongkok, atau Arab masuk, pelaut Nusantara telah berlayar jauh ke India dan Sri Lanka sejak 500 SM. Mereka bahkan mencapai Madagaskar dan Timur Tengah, membawa rempah-rempah seperti cengkeh yang jejaknya ditemukan di wilayah Mesopotamia. Teknologi kapal bercadik asal Nusantara turut memberi pengaruh pada dunia pelayaran global.Catatan pelaut asing dari abad pertengahan menggambarkan kejayaan pelaut Jawa. Peta buatan mereka mencakup wilayah luas hingga Brasil dan Tanjung Harapan. Kapal Jung Jawa dikenal sangat besar dan kuat, bahkan melebihi kapal Eropa dalam ukuran dan ketahanan.
Ninda Hafsari, mahasiswa Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, menyampaikan materi kedua tentang Pengenalan Kerang Hijau. Materi yang disampaikan meliputi morfologi, habitat, siklus hidup dan reproduksi, peran ekologis dan manfaat. Kerang hijau (Perna viridis) merupakan hewan laut bertubuh lunak (moluska) yang tergolong dalam kelas Bivalvia atau Pelecypoda, yaitu kelompok hewan bercangkang dua yang hidup di laut dan memiliki cangkang berwarna hijau (Fauzi et al., 2022). Bagian tubuh kerang hijau terdiri dari sepasang cangkang yang keras, jaringan tipis dan kuat yang membungkus tubuh lunak yang disebut mantel, dua sifon (lubang) di bagian belakang mantel yaitu sifon inhalan (masuknya air) dan sifon ekshalan (keluarnya air), serta organ dalam seperti jantung, ginjal, mulut dan anus (Basri dan Rizki, 2023). Di Indonesia, kerang hijau biasanya ditemukan di perairan pesisir, daerah mangrove, muara sungai, dan zona pasang surut (intertidal) maupun subtidal. Mereka hidup menempel pada substrat keras seperti batu, kayu, bambu, atau tali dengan bantuan byssus (serabut penempel).
Kinansa Dayu Azzahra, mahasiswa Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, menyampaikan materi ketiga yaitu tentang “Pemilihan dan Penanganan Spat Kerang Hijau yang Baik dan Benar.” Ia menekankan pentingnya seleksi benih atau spat yang berkualitas sebagai kunci keberhasilan budidaya.
Ariani Damayanti, mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Prodi Akuakultur Universitas Diponegoro. Sebagai bagian dari pelaksanaan program kerja multidisiplin 1 Ariani berkesempatan terlibat langsung dengan tema “Budidaya Kerang Hijau (Perna viridis) Menggunakan Metode Stik Berbahan Bambu”. Kegiatan ini ditujukan kepada para bapak-bapak pembudidaya di Desa Wedung yang memiliki potensi besar.
Ibrahim Malikiano Kusuma Halim, mahasiswa Program Studi Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, melaksanakan kegiatan penyuluhan kepada para pembudidaya di Dukuh Gojoyo sebagai bagian dari program pengabdian masyarakat. Kegiatan penyuluhan berfokus pada pengenalan metode budidaya kerang hijau menggunakan sistem longline, yaitu teknik budidaya modern yang dinilai lebih efisien, berkelanjutan, dan ramah lingkungan. Dalam penyuluhan tersebut, para pembudidaya Dukuh Gojoyo diberikan pemahaman menyeluruh mengenai prinsip dasar dan desain teknis metode longline. Selanjutnya, mereka juga diajarkan mengenai alat dan bahan yang diperlukan, serta langkah-langkah praktis seperti cara memasang tali kolektor, pemberat, dan pengaturan posisi longline yang sesuai dengan kondisi arus laut dan kedalaman perairan, agar mendukung pertumbuhan optimal spat kerang hijau.
Setelah pembahasan mengenai budidaya kerang hijau (Perna viridis) metode longline, Ravina Vinka Bunga Flasica Mahasiswa prodi Akuakultur, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan memaparkan pentingnya pengendalian hama dan penyakit pada budidaya kerang hijau (Perna viridis) sebagai langkah strategis untuk menjaga keberhasilan panen dan keberlanjutan usaha perikanan. Kerang hijau merupakan salah satu komoditas unggulan yang banyak dibudidayakan di wilayah pesisir Indonesia karena memiliki nilai ekonomi tinggi serta permintaan pasar yang stabil. Namun demikian, kegiatan budidaya kerang hijau tidak terlepas dari tantangan, terutama ancaman dari berbagai hama dan penyakit. Hama yang umum menyerang antara lain adalah kepiting dan bintang laut yang memangsa kerang, serta teritip dan kerang bor yang merusak cangkang dan menghambat pertumbuhannya. Sementara itu, penyakit seringkali disebabkan oleh bakteri seperti Vibrio spp. dan juga parasit dari kelompok protozoa dan trematoda yang dapat menyebabkan kematian massal.
Materi selanjutnya disampaikan oleh Grace Charmita Sinaga, mahasiswa jurusan Teknologi Pangan Universitas Diponegoro, menyampaikan materi pencegahan foodborne illness kepada petambak kerang hijau di Dukuh Gojoyo, Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak. Kegiatan ini bertujuan untuk mengenalkan bahaya foodborne illness atau penyakit akibat makanan yang tercemar, yang bisa ditimbulkan dari kerang hijau apabila dibudidayakan di lingkungan yang tidak bersih. Kerang hijau termasuk hewan filter feeder yang dapat menyerap kontaminan seperti E. coli, Salmonella, logam berat, dan mikroplastik dari air laut.
Melalui praktik budidaya yang lebih bersih dan sehat, petambak diharapkan dapat menghasilkan kerang hijau dengan kualitas yang lebih baik dan aman konsumsi. Hal ini tidak hanya meningkatkan kepercayaan konsumen, tetapi juga berpotensi menaikkan nilai jual kerang di pasar. Dengan demikian, upaya pencegahan foodborne illness juga berkontribusi langsung terhadap keberlanjutan ekonomi masyarakat pesisir.
Materi terakhir disampaikan oleh Arikhoh Khaerunnisa, mahasiswa jurusan Akuakultur Universitas Diponegoro. Arikhoh menyampaikan materi mengenai pentingnya memperhatikan nilai parameter kualitas air sebelum melakukan kegiatan budidaya kerang hijau, karena Keberhasilan budidaya kerang hijau sangat bergantung pada kondisi kualitas perairan yang optimal, mengingat organisme bivalvia ini sangat sensitif terhadap perubahan parameter lingkungan. Kegiatan ini bertujuan untuk mengedukasi para pembudidaya kerang hijau dalam memilih lokasi yang sesuai berdasarkan nilai parameter kualitas air.
- Arus 15 – 20 cm/s
- Dissolved Oxygen >3 mg/L
- Suhu 27 – 32℃
- pH 7,0 – 9,0
- Salinitas 26 – 33 ppt
- Kekeruhan < 21 mg/L
Apabila lokasi yang digunakan untuk berbudidaya kerang hijau tidak sesuai, maka kerang hijau yang dihasilkan memiliki ukuran yang kecil-kecil bahkan bisa menyebabkan keracunan karena kandungan bahan berbahaya dari laut yang diserap oleh kerang hijau dapat tersimpan di dalam daging kerang hijau.
Dengan terlaksananya sosialisasi mengenai budidaya kerang hijau menggunakan metode stik dan gantung di Dukuh Tambak Gojoyo, Desa Wedung, Demak, diharapkan masyarakat setempat semakin terampil dan termotivasi untuk mengembangkan potensi perairan yang dimiliki. Pengetahuan baru yang diperoleh dari sosialisasi ini membuka peluang ekonomi yang lebih luas, sekaligus memajukan usaha perikanan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Semoga ke depannya, masyarakat Dukuh Tambak Gojoyo dapat terus berinovasi dan menjadikan kerang hijau sebagai komoditas unggulan demi kesejahteraan bersama.